Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara merilis kebijakan yang
mengatur soal eksistensi penyedia layanan berbasis internet (over the top)
di Indonesia. Kebijakan tersebut dituangkan dalam Surat Edaran Nomor 3 Tahun
2016 tentang Penyediaan Layanan Aplikasi Melalui Internet.
“Surat edaran ini ditujukan kepada para penyelenggara layanan aplikasi atau konten berbasis internet, juga kepada para penyelenggara telekomunikasi. Bila ada yang melanggar, maka sanksinya ada di masing-masing Undang-undang atau aturan yang dilanggar,” terang Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kemenkominfo, Ismail Cawidu dalam pesan singkatnya kepada KompasTekno, Jumat (1/4/2016).
Di dalam surat edaran dijelaskan bahwa penyedia layanan over the top (OTT) adalah berbagai jasa yang memanfaatkan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet. Misalnya aplikasi pesan instan, panggilan suara, panggilan video, hingga penyimpanan data, dan transaksi keuangan.
Selain itu, definisi OTT juga meliputi penyediaan informasi digital yang terdiri dari tulisan, suara, gambar, animasi, musik, video, film, permainan (game), atau kombinasi dari sebagian dan/atau semuanya dalam bentuk aliran (streaming), atau unduhan (download). Penyediaan informasi digital tersebut dilakukan melalui jaringan telekomunikasi berbasis internet.
Mengacu pada penjelasan tersebut, maka Facebook, WhatsApp, Google, Netflix, hingga Spotify tergolong sebagai OTT yang akan diatur.
“Surat edaran ini ditujukan kepada para penyelenggara layanan aplikasi atau konten berbasis internet, juga kepada para penyelenggara telekomunikasi. Bila ada yang melanggar, maka sanksinya ada di masing-masing Undang-undang atau aturan yang dilanggar,” terang Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kemenkominfo, Ismail Cawidu dalam pesan singkatnya kepada KompasTekno, Jumat (1/4/2016).
Di dalam surat edaran dijelaskan bahwa penyedia layanan over the top (OTT) adalah berbagai jasa yang memanfaatkan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet. Misalnya aplikasi pesan instan, panggilan suara, panggilan video, hingga penyimpanan data, dan transaksi keuangan.
Selain itu, definisi OTT juga meliputi penyediaan informasi digital yang terdiri dari tulisan, suara, gambar, animasi, musik, video, film, permainan (game), atau kombinasi dari sebagian dan/atau semuanya dalam bentuk aliran (streaming), atau unduhan (download). Penyediaan informasi digital tersebut dilakukan melalui jaringan telekomunikasi berbasis internet.
Mengacu pada penjelasan tersebut, maka Facebook, WhatsApp, Google, Netflix, hingga Spotify tergolong sebagai OTT yang akan diatur.
Selain itu ada juga perusahaan-perusahaan penyedia konten lokal atau yang
bekerja sama dengan operator telekomunikasi, misalnya layanan streaming
Tribe, media sosial Sebangsa, atau aplikasi pesan instan Catfish.
OTT asing, seperti yang disebutkan di atas, diperbolehkan beroperasi di Indonesia dengan syarat membuat badan usaha tetap (BUT) sesuai dengan aturan perpajakan.
Seluruh OTT juga diminta mematuhi undang-undang terkait larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, perdagangan, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, penyiaran, perfilman, periklanan, pornografi, hingga anti terorisme.
Ada juga pengaturan yang meminta OTT asing untuk memakai sistem pembayaran berbadan hukum Indonesia, memakai nomor protokol internet Indonesia, dan mencantumkan petunjuk pemakaian dalam bahasa Indonesia.
OTT asing, seperti yang disebutkan di atas, diperbolehkan beroperasi di Indonesia dengan syarat membuat badan usaha tetap (BUT) sesuai dengan aturan perpajakan.
Seluruh OTT juga diminta mematuhi undang-undang terkait larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, perdagangan, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, penyiaran, perfilman, periklanan, pornografi, hingga anti terorisme.
Ada juga pengaturan yang meminta OTT asing untuk memakai sistem pembayaran berbadan hukum Indonesia, memakai nomor protokol internet Indonesia, dan mencantumkan petunjuk pemakaian dalam bahasa Indonesia.
Baru imbauan
Namun perlu dicatat, surat edaran ini berlaku layaknya imbauan. Perilisannya
merupakan upaya untuk memberikan waktu agar perusahaan-perusahaan yang akan
dikenai aturan bisa bersiap-siap.
Butir-butir aturan yang ada di dalamnya masih akan melalui tahap uji publik, sebelum nanti diterapkan sebagai aturan yang lebih mengikat.
“Surat edaran ini memang mengacu ke Peraturan Menteri (PM) nomor 21 tentang konten. Tapi juga memperhatikan aturan-aturan lain seperti perpajakan, pornografi, terorisme, dan hal-hal yang terkait dengan aturan BUT,” terang Ismail.
“Jadi ini lebih detail. Selain berlaku untuk konten, juga berlaku untuk aplikasi. PM nomor 21 belum kita revisi dulu karena memprioritaskan penyelesaian surat edaran ini untuk dijadikan PM. Nanti akan segera di uji publik. Dan sebelum uji publik, kominfo masih akan melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait,” pungkasnya.
Lebih detilnya, klik di sini untuk melihat Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyedia Layanan Aplikasi dan/atau Konten Melalui Internet (Over The Top).
Butir-butir aturan yang ada di dalamnya masih akan melalui tahap uji publik, sebelum nanti diterapkan sebagai aturan yang lebih mengikat.
“Surat edaran ini memang mengacu ke Peraturan Menteri (PM) nomor 21 tentang konten. Tapi juga memperhatikan aturan-aturan lain seperti perpajakan, pornografi, terorisme, dan hal-hal yang terkait dengan aturan BUT,” terang Ismail.
“Jadi ini lebih detail. Selain berlaku untuk konten, juga berlaku untuk aplikasi. PM nomor 21 belum kita revisi dulu karena memprioritaskan penyelesaian surat edaran ini untuk dijadikan PM. Nanti akan segera di uji publik. Dan sebelum uji publik, kominfo masih akan melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait,” pungkasnya.
Lebih detilnya, klik di sini untuk melihat Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyedia Layanan Aplikasi dan/atau Konten Melalui Internet (Over The Top).
Sumber : KOMPAS.com
No comments:
Post a Comment